Selasa, 29 Desember 2015

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN AGAMA BUDDHA DAN KEPERCAYAAN TIONGHOA

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasisimbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etikahukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktek agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan Tuhan, Dewa atau Dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas Namun, dalam kata-kata Emile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosial"  Emile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki . Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.

*Persamaan agama Buddha dengan kepercayaan Tionghoa

Agama Buddha mempunyai tempat ibadah :
Vihara




Adalah rumah ibadah umat Buddha
Biasanya berarsitektur India/Thailand, ada pula yang berarsitektur Tiongkok
Di dalam Vihara aliran Theravada, hanya ada rupang (patung) Buddha Gautama beserta 2 muridNya. Di dalam Vihara aliran Mahayana, terdapat 3 rupang, yaitu: Rupang Buddha Gautama, Rupang Bodhisattva Avalokiteshvara, Rupang Bodhisattva Ksitigharba/Bodhisattva lainnya.
Tidak terdapat tempat untuk membakar kertas sembahyang.
Upacara keagamaan biasanya dilakukan secara jemaat yang disebut Puja Bakti/Kebaktian, walaupun umat juga diberi kesempatan untuk beribadah secara individu. Setelah beribadah umat biasanya akan diberidhammadesana (khotbah/ceramah).
 Sebuah tempat bisa dikatakan Vihara apabila: memiliki minimal 1 ruang dhammasala (ruang kebaktian), memiliki kuti (tempat tinggal bikkhu), perpustakaan, bahkan ruang khusus untuk khotbah. Vihara yang lebih kecil disebut Cetya yang hanya memiliki 1 ruang dhammasala (ruang kebaktian) tanpa memiliki dhammasala dan perpustakaan. Vihara yang lebih besar dan memiliki taman disebut Arama. Vihara bisa disebut Arama apabila: memilkiki minimal 1 ruang dhammasalakuti, perpustakaan, ruang khotbah, dan yang paling penting taman.
 Vihara biasanya menggunakan nama berbahasa Pali atau Sanskerta. Contoh: Vihara Dharma Loka, Vihara Vimala Virya, Vihara Dhamma Metta Arama, Vihara Vipassana Graha, Cetya Tisaranagamana, dll.
 
Sedangkan orang-orang tionghoa mempunyai tempat ibadah :

Klenteng 





Adalah rumah ibadah orang-orang tionghoa
Biasanya berarsitektur Tiongkok
Di dalam Kelenteng terdapat rupang para Dewa/Dewi yang dipuja oleh umat
Terdapat tempat untuk membakar kertas sembahyang
Umumnya upacara keagamaan dilakukan secara individu
Biasanya juga sekaligus merupakan tempat perkumpulan/yayasan sosial, seperti Kelompok Pemain Barongsai, dll.
Kelenteng biasanya diberi nama dalam bahasa Mandarin atau bahasa Indonesia. Contoh: Kelenteng Tua Pek Kong, Kelenteng Dewi Sakti, Kelenteng Surya Bakti, dll.

*Perbedaan agama buddha dengan kepercayaan tionghoa yaitu,
 
Agama Buddha         
Penyebar Ajaran          : Sidharta Gautama Buddha
Asal Ajaran                   :  India
Kitab Suci                     : Tipitaka (Theravada, bahasa Pali) atau Tripitaka (Mahayana, bahasa  Sansekerta)
Rumah Ibadah              : Vihara
Bahasa Asli                  : Bahasa Pali atau bahasa Sansekerta
Pemimpin Agama       : Bikkhu (Theravada), Biksu (Mahayana), Bikkhuni (Bikhhu Wanita)
Salam Keagamaan     : Namo Buddhaya; Namaste

Padanan kata yang sering digunakan untuk merujuk "Tuhan" adalah Sanghyang Adi-Buddha Tuhan Yang Maha Esa (lebih sering digunakan oleh Buddhayana / Ekayana). Aliran Theravada lebih sering menggunakan padanan kata Sang Tiratana.

Kepercayaan Tionghoa 
Penyebar Ajaran         :  Nabi Konfusius
Asal Ajaran                  :  Tiongkok
Kitab Suci                    :  Sishu, Wujing, Xiao Jing
Rumah Ibadah             :  Kelenteng / Lintang
Bahasa Asli                 : Bahasa Mandarin (bahasa Tiongkok)
Pemimpin Agama      :  Pendeta
Salam Keagamaan    : Wei De Dong Tian

Padanan kata yang sering digunakan untuk merujuk "Tuhan" adalah Tian/Thian Tuhan Yang Maha Esa.

Minggu, 20 Desember 2015

TOKOH TIONGHOA OEI DJIE SAN



Rumah Kapitan Cina berusia 100 tahun lebih di Tangerang digusur dan dihancurkan. Padahal bangunan ini merupakan bagian sejarah asal-usul kawasan Karawaci pada awal abad ke-19, juga sejarah peranakan Tionghoa di daerah itu. Kini sedang ada usaha bersama menghidupkan kembali rumah kongsi perkebunan yang memiliki gaya Hindia dan Cina itu.



RUMAH dengan gaya arsitektur ”dua wajah” itu tak bisa lagi dinikmati di tempat aslinya. Country house seluas 4.000 meter persegi di atas lahan dua hektare milik Kapitein der Chineezen (Kapitan Cina) Oei Djie San Sia di Tangerang tinggal sisa-sisa saja. Padahal bangunan itu merupakan satu-satunya rumah perkebunan bergaya arsitektur Tionghoa-Indisch di sini.

Wajah pertama rumah yang pernah megah itu bisa dilihat dari arah Jalan Teuku Umar, Karawaci, dan tampak masih utuh bergaya Hindia Belanda (Indisch) campuran arsitektur gaya Belanda dengan unsur lokal dan negeri berhawa tropis. Terlihat atap joglo Jawa yang mulai reyot ditopang pilar kokoh tuscan kuning gading ala Yunani. Juga jendela krepyak berukuran besar dengan penyangga besi tempa berukuran raksasa, khas Eropa Barat. Rumah itu tertutup rapat, sudah tak lagi berpenghuni sejak awal Desember 2008. Menurut Marjaya, 65 tahun, bekas pegawai perkebunan karet milik anak-cucu Oei Djie, tempat itu dulu merupakan aula untuk pertemuan dan dansa.

Menyusuri jalan samping ke arah Sungai Cisadane, tampaklah wajah satunya: rumah gaya Tionghoa, yang menghadap ke sungai. Gerbang besar pintu masuk rumah itu, menurut Ook, 50 tahun, warga setempat, dulu terbuat dari besi tinggi ditopang dengan pilar batu besar. Penyangga batunya digambarkan Ook sama besar dengan lima orang dewasa yang melingkar bergandengan tangan.

Di lokasi bekas bangunan bergaya Tionghoa itulah dua arsitek dari Kantor Arsitek Budi Lim Associates dan dua mahasiswa magang tampak mencatat dan mengukur-ukur bangunan yang tersisa. Memang masih tampak dari samping kanan sisa wuwungan ciri khas Cina. Selain beberapa dinding, kayu-kayu jati dan ulin, serta atap rumah dengan ukiran Cina di bagian depan, bagian lain sudah hancur berantakan. Untuk yang tak mengetahui sejarahnya, rumah itu seperti sekadar rumah lama yang hancur, teronggok, dan tak terawat.

Ya, rumah Kapitan Cina itu memang memiliki sejarah panjang, terutama tentang penyebaran Cina di Indonesia. Pemiliknya, Oei Djie, diangkat menjadi Kapitan Cina pada November 1907, menggantikan Oey Giok Koen. Saat itu Oei Djie menjabat wakil ketua perkumpulan kaum Tionghoa peranakan, Tiong Hoa Hwee Koan, cabang Tangerang.

Nah, Oei Djie menempati rumah kakek buyutnya. Menurut ahli budaya Tionghoa peranakan, David Kwa, dari gaya bangunannya, rumah yang ditempati Oei Djie itu dibangun pada akhir abad ke-18. ”Dua gaya ini seolah bertolak belakang, tapi digabungkan. Ini menunjukkan pemiliknya orang Tionghoa yang berpendidikan Belanda,” ujarnya.

Bangunan rumah tinggal bergaya Cina ini aslinya berciri arsitektur Fujian Selatan (Minnan). Rumah tinggal ini terdiri atas bangunan utama di tengah, diapit dua bangunan di kiri dan kanan, serta bangunan belakang yang lebih tinggi dengan sebuah paseban atau pendapa di depannya. Gaya bubungan atapnya mirip kelenteng, seperti busur dengan ujung kiri dan kanannya mencuat ke atas, masing-masing terbelah dua. Bubungan atas (tongcid) seperti itu disebut yanbue atau ekor walet. Sepasang singa batu (cioqsar atau killin) di kiri-kanan memperkuat kesan sebagai bangunan persembahan.

Di tempat asalnya, bangunan seperti itu punya posisi istimewa dalam masyarakat. Pada masa akhir dinasti Qing di Tiongkok (1644-1911), berlaku ketentuan, ujung bubungan atap mirip ekor walet dan sepasang singa batu hanya boleh digunakan untuk bangunan pemerintahan dan keagamaan serta kediaman pejabat pemerintah. Rakyat biasa dilarang menggunakan simbol itu. Orang kebanyakan hanya diizinkan memakai bubungan atap bergaya pelana (bepeu), juga tanpa sepasang singa batu. Itulah yang menjelaskan mengapa di Indonesia, selain kelenteng, bangunan bergaya seperti rumah kongsi Oei Djie sangat langka.

Di Jakarta, gaya arsitektur seperti itu ada pada bangunan Candra Naya di Jalan Gajah Mada, Glodok, tapi sudah rusak. Ada juga di Jalan Kemurnian, yang dijadikan Gereja Santa Maria de Fatima, dan rumah bekas kediaman Lieutenant Souw Siauw Keng di Jalan Perniagaan. Sedangkan bangunan gaya Cina di berbagai tempat di Indonesia kebanyakan bergaya pelana.

Rumah Oei Djie bukan sekadar rumah pejabat Cina di zaman kolonial Belanda, tapi juga merupakan pusat pembukaan lahan kawasan sekitar. Keluarga Oei Djie mengelola kebun karet ratusan hektare. Daerah tersebut kini sudah menjadi kompleks perumahan hunian masyarakat menengah-bawah, yaitu Perumnas I, II, dan III Tangerang.

Sayang, rumah yang sudah tak terurus itu sejak awal Desember 2008 harus dipreteli dengan ultimatum dua bulan mesti bersih dibongkar, karena lahannya sudah dijual untuk dijadikan restoran cepat saji ala Amerika. Menurut Sekretaris Daerah Kota Tangerang Harry Mulya Zein, daerah tersebut berdasarkan rencana tata ruang wilayah memang diperuntukkan sebagai tempat perdagangan.

Arsitek Yori Antar menyayangkan tak dipertahankannya rumah kongsi Kapitan Oei Djie itu. ”Tangerang akan mengalami amnesia sejarah jika bangunan ini hilang,” katanya. Pakar bangunan tua yang ikut merancang kawasan Menteng, Jakarta, Adolf Heuken, juga turut bersedih. ”Seharusnya rumah ini masuk cagar budaya,” katanya dalam pertemuan yang digelar Warga Peduli Bangunan Tua pada pertengahan Desember lalu.

Namun Pemerintah Kota Tangerang mengaku tidak mengetahui bangunan tua itu termasuk situs bersejarah. Menurut Harry, seharusnya Pemerintah Kabupaten Tangerang atau Dinas Purbakala Provinsi Banten memberikan data dan dokumen, atau informasi, tentang status bangunan tersebut. ”Sehingga kami bisa mengkonservasinya, menganggarkan perawatan bangun-an,” kata Harry kepada koresponden Tempo di Tangerang, Ayu Cipta.

Karena pihak pemerintah lepas tangan, seorang peranakan Tionghoa Indonesia yang tinggal di London, Inggris dia menolak disebut namanya tertarik mengkonservasi rumah Oei Djie. Budi Lim, arsitek lulusan Universitas Oxford, Inggris, dimintai bantuan. Sebab, Budi dianggap berhasil mengkonservasi bangunan bekas istana Gubernur Jenderal Reinier de Klerk yang dibangun pada 1760 menjadi Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada, Jakarta. ”Sebenarnya konsentrasi saya pada kawasan Kota Tua Jakarta, tapi saya terpanggil saat rumah Kapitan Cina di Tangerang tak mendapat perhatian sama sekali. Ibarat ada orang sedang diperkosa, saya harus membantu sebisa mungkin,” ujarnya.

Namun si pembeli sisa-sisa rumah itu hanya mampu membeli bangunan tanahnya tidak. Itu pun, untuk melakukan konservasi, masih banyak bagian bangunan yang harus dikumpulkan dari banyak pihak. ”Pernak-pernik dan bagian penting bahan bangunan lain sudah berada di banyak orang. Bahkan ada yang tak bisa kami lacak keberadaannya,” kata Budi.

Di lapangan, Deni Sasmita, arsitek dari Kantor Arsitek Budi Lim, bersama rekan-rekannya setiap hari mulai pagi hingga pukul delapan malam menginventarisasi ornamen dan berbagai bagian dari bangunan tersebut. Tidak hanya mengukur bangunan dengan meteran digital, mereka menjaga detail dan mengumpulkan terakota lantai rumah itu. Menurut Deni, arsitek lulusan Universitas Tarumanagara, Jakarta, memindahkan bubungan atap itu harus ekstra-hati-hati untuk menghindari kerusakan.

Tugas tim yang sudah dua pekan bekerja ini, selain mendokumentasikan, memetakan, dan menginventarisasi bangunan, adalah mengumpulkan serpihan dan potongan benda yang tercecer. Semua kerja itu, menurut Deni, membutuhkan waktu cukup lama.

Pembeli baru bangunan ini, menurut Deni dan Budi, akan membangun kembali rumah itu dengan model dan kawasan yang sama, tak jauh dari tempat semula. ”Rumah yang bergaya Tionghoa akan tetap menghadap ke sungai. Namun sampai sekarang kami belum menemukan lokasi yang tepat. Tentu saja harga tanah seluas dua hektare tidak murah,” kata Budi.

Baik Budi maupun pemiliknya nanti akan membangun museum hidup dan pusat studi peranakan Tionghoa di tempat baru tersebut. ”Bahkan orang yang semula tinggal akan diundang kembali menempati rumah tersebut, agar rohnya tetap terjaga,” ujar Budi Lim.

MAKANAN KHAS TIONGHOA "SIOMAI ATAU SIOMAY"





Siomai Atau Siomay adalah makanan yang mulanya berasal dari Tiongkok (china).  Makanan ini dibawa oleh pedagang-pedagang dari tiongkok menuju indonesia, hingga saat ini makan ini selalu menjadi penghias menu tempat kuliner di Indonesia.


Siomay awalnya disajikan sebagai makanan rumahan. Awalnya siomay ini dibuat dari daging babi yang dicincang dan kemudian dibungkus dengan kulit pangsit, disajikan bersama-sama penganan lain untuk makan pagi (dimsum) atau sambil minum teh (Yam Cha).


Siomai atau Siomay Dalam bahasa Mandarin, makanan ini disebut shaomai, sementara dalam bahasa Kanton disebut siu maai. Dalam dialek Beijing, makanan ini di sebut shaomai. Kulit siomai adalah serupa dengan kulit pangsit.


di indonsia sendiri makanan ini cukup melekat pada nama daerah di jawa barat yaitu Bandung asal muasal siomay bandung ialah ketika seorang ibu keturunan Cina warga Bandung. memenangi kejuaraan membuat siomay pada acara Cap Go Meh. Sejak itulah nama bandung melekat pada makanan ini. Namun ternyata siomay di Indonesia, berubah bentuk, karena isinya bukan lagi daging , melainkan ikan tenggiri, udang, ataupun ayam, jadi dijamin siomay Indonesia pasti halal.Bentuknya pun menjadi sedikit berubah yang tadinya silinder, kini seperti bakso yang bulat.






Siomay di Indonesia tidak hanya disajikan dengan siomay saja, namun ditambah juga dengan berbagai sayuran yang sehat dan penuh manfaat. Menu tambahannya itu mulai dari kentang, kol, pare, tahu, hingga telur ayam. Kadang di dalam menu siomay juga dimasukan otak-otak dan pangsit basah yang membuat kaya rasanya. Improvisasi inilah yang dilakukan di Bandung, gunanya agar siomay lebih mengena dengan yang lebih suka makan sayuran.








Dalam resep masakan Cina, siomai adalah daging babi cincang yang dibungkus kulit yang tipis dari tepung terigu. Walaupun demikian, siomai juga dibuat dari udang, daging kepiting, atau daging sapi. Siomai dibuat berbentuk silinder, dan di atasnya diberi hiasan seperti telur kepiting, parutan wortel, atau kacang polong. Setelah dimatangkan dengan cara dikukus, siomai dimakan dengan cuka atau kecap asin.




Cara Membuat Siomay / Somay :
  • Tepung terigu 500 gram
  • Tepung kanji 200 gram
  • Ikan tenggiri 500 gram , haluskan
  • Bawang putih  3 siung , haluskan
  • Daun bawang 2 buah, iris halus
  • Labu siam 150 gram , serut halus
  • Garam 2 sdt
  • Air 150 ml
  • Ebi 1 sendok makan , haluskan


Bahan Pelengkap :


  • Kol rebus, gulung
  • Tahu
  • Pare
  • Kentang rebus
  • Telur rebus

Langkah-langkah membuat siomay :


  1. Campur semua bahan yang sudah dihaluskan seperti tepung terigu, tepung kanji dan sebagaimana yang tertera pada bahan utama , aduk – aduk hingga adonan menjadi kalis dan merata
  2. Jika dirasa sudah cukup dan merata adonan siomaynya, bentuk bulat – bulat seperti bakso lalu isikan sebagian adonan kedalam tahu dan pare yang sudah disiapkan dan diiris tengahnya.
  3. Jika semua telah selesai, kukus adonan tersebut yang sudah di bentuk hingga matang.
  4. Setelah matang , angkat lalu segera sajikan dengan bahan pelengkap seperti telur, kol dan irisan kentang yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Bahan-bahan untuk saus kacang :
  1. 200 gram kacang tanah goreng
  2. Cabai merah sesuai selera
  3. 3 siung bawang putih
  4. Kentang rebus 50 gram, haluskan
  5. Santan cair
  6. Garam secukupnya
Tempat Jual siomay yang non halal di tangerang :

Tempat jual siomay ini sudah terkenal kelezatannya. Siomay babi disini  sangatini enak, ada 3 macam siomay yang dijual disini yaitu, siomay babi yang bentuknya bulat, siomay telur & siomay panjang yang berisi udang, semuanya disajikan dengan siraman bumbu kacang yang pedas, gurih & harum. Bumbu kacang disini teksturnya agak kasar yang merupakan ciri khas siomay ini.

Harga

 
Harga 3.000,- /pcs sangat masuk akal dengan rasanya yang 2 jempol & ukuran siomay nya yang lumayan besar.

Lokasi & Suasana


Lokasi nya di Sewan Rawa Kucing, tepatnya di Jalan masuk pemakaman Rawa Kucing... Dari arah Pintu air Tangerang lurus ke jl. Dr. Sitanala, setelah itu ketemu persimpangan (bila ke kiri ke arah Sangego, bila kie kanan ke arah Bandara Soeta), tetap lurus sekitar 2km di sebelah kiri. Tempat nya hanya di sebuah rumah, tapi cukup luas.


Tempat jual siomay yang halal di tangerang : 

Di tempat BATAGOR VS SIOMAY ini menjualkan siomay dan batagor asli dari kota Bandung yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas, tanpa pengawet (BORACK) dan halal. Siomay disini menggunakan tahu Bandung fresh yang sudah terkenal kelezatannya selain tahu disini kami jg menyediakan batagor pangsit yang tak kalah lezat nya dan adonan ikan tenggiri asli yang diolah dan diproses secara higienis. Siomay asli Bandung dibuat oleh orang yang telah berpengalaman di bidang kuliner siomay sehingga tercipta cita rasa yang special dan selalu terjaga. Sementara ini Disini melayani pesanan siomay bandung untuk "DAERAH TANGERANG CITRA RAYA" dan sekitar nya saja.